Selasa, 19 Juli 2016

MOS Ditiadakan dan Kenangan Itu Masih Terus Membekas

Melihat kebijakan baru dari Kemendikbud tentang orientasi siswa ada perubahan yang mendasar dari tahun-tahun sebelumnya. Sekarang tidak ada lagi yang namanya Masa Orientasi Siswa (MOS) yang bertujuan untuk mengenalkan sekolah dengan tetek bengeknya kepada para siswa baru pada tahun ajaran pertama di sekolah seperti yang sudah kita ketahui bersama dan mungkin kita pernah ikut andil di dalamnya. Sekarang kebijakan pemerintah mengganti nama Masa Orientasi Siswa (MOS) menjadi Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS).
Dahulu MOS selalu dipegang oleh para pengurus OSIS dengan segala kegiatan yang mereka sudah rumuskan bersama pihak sekolah dan guru hanya sebagai pengawas dalam berjalanya MOS.
Sesuai dengan Permendikbud No 18 tahun 2016 pihak penyelangara PLS adalah diamanatkan kepada guru tetapi tetap memperbolehkan melibatkan siswa tetapi dengan syarat-syarat tertentu seperti harus menjadi pengurus OSIS dan MPK serta tidak berkelakuan buruk dan harus berprestasi. Tujuan pemerintah adalah untuk meminimalisir potensi kekerasan ataupun bullying yang dilakukan senior kepada juniornya yang sudah lama kita ketahui bersama, MOS selalu menjadi ajang balas dendam dari senior kepada juniornya dan banyak timbul korban trauma ataupun kematian. Dengan adanya PLS diharapkan guru lebih berperan dalam mengenalkan sekolah kepada siswa baru dan tidak terjadi bulying ataupun kekerasan yang dilakukan oleh pihak penyelenggara.
Sudah menjadi cerita lama kalau MOS adalah sesuatu yang sangat menyenangkan bagi sebagian anak, tetapi ada sebagian juga yang mengaggap MOS adalah moment menakutkan karena akan dijadikan sasaran kekerasan dan bulying dengan dalih melatih fiik dan mental. Tapi semua sepakat jika MOS adalah moment yang tidak akan dilupakan para siswa selama sekolah, karena pada saat MOS juga banyak sekali kegiatan yang sifatnya menghibur dan ajang mencari teman baru.
Tentu kita ingat pada saat MOS ada-ada saja tugas aneh dan nyeleneh yang harus dikerjakan seperti harus memakai pita rambut dari tali rafia warna-warni, ataupun memakai tas berbahan karung gandum atau beras. Belum lagi hukuman yang diberikan kadang tak logis seperti menyanyi di depan umum atau melakukan hal konyol yang tidak ada hubunganya dengan pendidikan sama sekali.
Tapi memori paling kuat yang akan diingat adalah tugas untuk meminta tanda tangan kakak kelas sebanyak mungkin di sebuah buku dan pada akhirnya nanti dinilai siapa yang mendapat tanda tangan akan mendapatkan sebuah reward, jika siswa menjadi King dan siswa putri menjadi Queen. Itulah beberapa kenangan yang mungkin akan hilang jika MOS ditiadakan.
Harapanya dengan adanya sistem baru yang mungkin sedikit menghilangkan peran siswa didalamnya, tujuan orientasi siswa baru untuj mengenalkan sekolah tercapai dan tidak ada lagi ditemukan bullying dan kekerasan yang dilakukan pihak penyeleggara terhadap siswa baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar