Selasa, 19 Juli 2016

Nenek Renta Penjual Kerupuk Rambak

Aku berjalan melewati gang yang sepi, tidak terlihat banyak orang berlalu lalang. Hanya terlihat kabut tebal yang menghalangi jarak pandang. Suara hewan saling bersahutan, seolah menjadi rangkaian nada alam yang sangat merdu. Hawa dingin merasuk raga, menerpa kulit dan menembus tulang. Angin sepoi-sepoi silih berganti datang kemudian bertiup perlahan, menambah dinginnya malam sunyi itu. Terlihat seorang nenek sedang berjalan berlawanan arah, dia membungkuk sambil membawa sesuatu di punggungnya. Oh ternyata itu adalah barang daganganya, berupa kerupuk rambak yang dijajakan setiap harinya.
Aku perhatikan sejenak nenek itu sambil kudekati perlahan, kulitnya sudah keriput, tanda fisiknya tak bisa membohongi usia sang nenek. Wajahnya terlihat lesu, mungkin dia kelelahan seharian berkeliling dari satu tempat ke tempat lainya. Aku heran seorang nenek sudah hampir pukul 01.00 masih berjalan menyusuri gang sepi, menjajakan daganganya dengan ramah dan sabar. Berharap ada orang yang datang membeli, namun sepertinya rezeki tak datang banyak, barang daganganya masih banyak yang belum laku.
Pemandangan seperti ini memang membuatku trenyuh, dari kecil aku paling menghindari jika ada orang yang sudah tua lalu berjualan dengan fisik yang sudah sangat lemah, rasanya aku ingin memalingkan pandangan dan merasa aku tidak pernah melihatnya. Bukan apa-apa, aku hanya sangat prihatin dengan mereka, rasanya aku ingin membantu, tapi apa dayaku. Jika ada uang sisa di dompet, sudah pastikan membeli daganganya adalah solusi yang bisa aku lakukan.
Lalu aku menghentikan langkah sang nenek, dan aku menawarkan sebuah tumpangan.
"Mbah, bade kondur? ayo bareng kalih kulo, daleme pundi mbah?" ajaku kepada sang nenek
"Daleme mbah teng patemon mas" jawab nenek dengan suara lirih
"Oh pas mbah, kulo bade teng Patemon, kos kulo teng mriku mbah" jawabku meyakinkan nenek tersebut
"Oh matur suwun mas, mbah teksih kuat mlampah" ajakanku ditolak oleh sang nenek
Aku tak kuasa meninggalkan nenek sendirian, tapi sang nenek tetap saja menolak ajakan tumpanganku, aku bersikukuh ingin mengantarkanya pulang, tapi sang nenek tetap berjalan menyusuri gang sepi untuk pulang. Dari kejauhan aku memandangi nenek tersebut, aku membayangkan nenek tersebut seperti neneku sendiri. Semoga sang nenek selalu dilimpahi nikmat sehat dan rezeki yang tiada hentinya oleh Allah SWT. Kadang aku masih sering melihat nenek itu sedang berjualan di sekitar Patemon. Walaupun sudah sangat renta tapi semangatnya untuk terus berjuang membuatnya tak mudah menyerah, nenek tersebut sadar bahwa hidup dan mati adalah urusan Allah SWT dan sejatinya hidup adalah soal perjuangan bukan meminta belas kasih dari orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar