Oleh : *Fika R Izza
Ada pemahaman timpang
selama ini bahwa menjadi aktivis sering kali tidak dikaitkan dengan prestasi
seorang mahasiswa. Ketika banyak mahasiswa menekuni dunia aktivisme, seolah hal
tersebut keluar dari jalur prestasi mahasiswa. Pemahaman ini didasari dunia
aktivisme tidak dianggap sebagai bagian dari dunia akademik. Dunia aktivisme
menjadi dunia luar yang sering kali diklaim sebgai penyebab turunnya prestasi
mahasiswa.
Mengapa dunia aktivisme
diklaim sepihak sebagai dunia luar dalam tradisi akademik? Pertama dijalankan
diluar SKS, sehingga tidak masuk dalam penilaian indeks prestasi kumulatif,
berakibat serius, karena dunia aktivisme menjadi dunia asing yang tidak
berkontribusi dalam akademik. Model yang demikian menjadikan dunia aktivisme
semakin terasasing, sehingga mahasiswa enggan berkecimung. Akibatnya, mahasiswa
kurang peka terhadap problematika social. Mahasiswa sibuk dengan perkuliahan
dan yang akan didapatkan hanya ilmu sebatas dalam buku,bukan ilmu yang menjiwai
buku iti sendidri.
Kedua, semakin ketatnya
kerangkeng dunia akademik. Dunia aktivisme semakin hari semakin menipis
peminatnya. Kalaupun menjadi aktivis hanya sebatas pada jenjang permulaan (
kader dasar). Sebab, semakin sibuk kuliah dan banyak tugas dari dosen, para
mahasiswa lebih sibuk dalam kamar, mengerjakan tugas kampus, dan menghabiskan
waktu dengan menonton telivisi.
Ketatnya turan kampus
salah satu alsan mahsiswa untuk tidak aktif dalam dunia pergerakan. Mereka
khawatir absensinya tidak lengkap, nilainya buruk, gamang tidak ikut ujian,
bahkan dimarahi oleh orangtuanya. Dunia pergerakan mahasiwa semakin hari
semakin melempem, sehingga miskin kader yang militant untuk menggerakan nalar
kritis dalam menganalisis fakta sosia kemsyarakatan.
Sementara, pejabat kampus
sendiri tidak begitu menghiraukan dengan nasib dunia pergerakan yang makin
menyusut. Pejabat kampus lebih sibuk dengan aktivisme kampus yang birokratis
daripada menggerakan jiwa pemberani kaum mahasiswa sebgai agen perubahan
social. Bahkan para pejabat kampus justru lebih banyak merebut kursi atau
proyek untuk menambah pundi-pundi kekayaan. Terbukti para pejabat ampus
sekarang makin necis dalam life style, kuat dalam pencitraa, tetapi miskin
dalam etos pembebasan.
Ditengah kampus yang
semakin mabuk dengan citra dan materi inilah, dorongan menjadi aktivis yang
terus berjuang untuk public semakin menyusut. Bahkan, bukan saja menyusut,
melainkan malah menjadi takut. Sebab, terdapat pameo bahwa menjadi aktivis bias
lama kuliahnya, atau bahkan diburu Negara. Pameo-pameo yang tidak lazim ini
disebarluaskan oleh oknum pembunuh aktivis yang ingin matinya aktivisme kampus
untuk melanggengkan para pemegang status qua kekuasaan.
Ketiga, makin gencarnya
budaya hedonisme, sehingga mahasiswa terjebak dengan glamor yang jauh dari aksi
social. Mahasiswa hari ini, semakin hanyut dalam denyut hedonism, sehingga
semakin jauh dari refleksi kritis terhadap fenomena social yang terjadi di
sekitarnya. Dewasa ini, mahaiswa lebih mencintai tayangan dan hal-hal yang
bersifat entertainment, gossip, jingkark-jingkrak menyaksikan konser music
rock, dan hal-hal yang melemahkan dalam membangun kepribadian mereka sendiri.
*Wakil Gubernur BEM FMIPA
Unnes 2016
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
BalasHapusDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny