Selasa, 26 Juli 2016

Jalan Sunyi yang Semakin Ditinggalkan

Oleh : *Fika R Izza



Ada pemahaman timpang selama ini bahwa menjadi aktivis sering kali tidak dikaitkan dengan prestasi seorang mahasiswa. Ketika banyak mahasiswa menekuni dunia aktivisme, seolah hal tersebut keluar dari jalur prestasi mahasiswa. Pemahaman ini didasari dunia aktivisme tidak dianggap sebagai bagian dari dunia akademik. Dunia aktivisme menjadi dunia luar yang sering kali diklaim sebgai penyebab turunnya prestasi mahasiswa.

Mengapa dunia aktivisme diklaim sepihak sebagai dunia luar dalam tradisi akademik? Pertama dijalankan diluar SKS, sehingga tidak masuk dalam penilaian indeks prestasi kumulatif, berakibat serius, karena dunia aktivisme menjadi dunia asing yang tidak berkontribusi dalam akademik. Model yang demikian menjadikan dunia aktivisme semakin terasasing, sehingga mahasiswa enggan berkecimung. Akibatnya, mahasiswa kurang peka terhadap problematika social. Mahasiswa sibuk dengan perkuliahan dan yang akan didapatkan hanya ilmu sebatas dalam buku,bukan ilmu yang menjiwai buku iti sendidri.

Kedua, semakin ketatnya kerangkeng dunia akademik. Dunia aktivisme semakin hari semakin menipis peminatnya. Kalaupun menjadi aktivis hanya sebatas pada jenjang permulaan ( kader dasar). Sebab, semakin sibuk kuliah dan banyak tugas dari dosen, para mahasiswa lebih sibuk dalam kamar, mengerjakan tugas kampus, dan menghabiskan waktu dengan menonton telivisi.
Ketatnya turan kampus salah satu alsan mahsiswa untuk tidak aktif dalam dunia pergerakan. Mereka khawatir absensinya tidak lengkap, nilainya buruk, gamang tidak ikut ujian, bahkan dimarahi oleh orangtuanya. Dunia pergerakan mahasiwa semakin hari semakin melempem, sehingga miskin kader yang militant untuk menggerakan nalar kritis dalam menganalisis fakta sosia kemsyarakatan.
Sementara, pejabat kampus sendiri tidak begitu menghiraukan dengan nasib dunia pergerakan yang makin menyusut. Pejabat kampus lebih sibuk dengan aktivisme kampus yang birokratis daripada menggerakan jiwa pemberani kaum mahasiswa sebgai agen perubahan social. Bahkan para pejabat kampus justru lebih banyak merebut kursi atau proyek untuk menambah pundi-pundi kekayaan. Terbukti para pejabat ampus sekarang makin necis dalam life style, kuat dalam pencitraa, tetapi miskin dalam etos pembebasan.

Ditengah kampus yang semakin mabuk dengan citra dan materi inilah, dorongan menjadi aktivis yang terus berjuang untuk public semakin menyusut. Bahkan, bukan saja menyusut, melainkan malah menjadi takut. Sebab, terdapat pameo bahwa menjadi aktivis bias lama kuliahnya, atau bahkan diburu Negara. Pameo-pameo yang tidak lazim ini disebarluaskan oleh oknum pembunuh aktivis yang ingin matinya aktivisme kampus untuk melanggengkan para pemegang status qua kekuasaan.
Ketiga, makin gencarnya budaya hedonisme, sehingga mahasiswa terjebak dengan glamor yang jauh dari aksi social. Mahasiswa hari ini, semakin hanyut dalam denyut hedonism, sehingga semakin jauh dari refleksi kritis terhadap fenomena social yang terjadi di sekitarnya. Dewasa ini, mahaiswa lebih mencintai tayangan dan hal-hal yang bersifat entertainment, gossip, jingkark-jingkrak menyaksikan konser music rock, dan hal-hal yang melemahkan dalam membangun kepribadian mereka sendiri.



*Wakil Gubernur BEM FMIPA Unnes 2016

1 komentar:

  1. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    BalasHapus