Selasa, 19 Juli 2016

Dilema Menjadi Seorang Guru : Kriminalisasi dan Ketidakpastian !

Guru biasa, memberi tahu.
Guru baik, menjelaskan.
Guru bagus, menunjukkan cara.
Tapi guru luar biasa, selalu menginspirasi.
(William Arthur Ward)
Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, begitu ungkapan yang saya ingat saat saya mulai masuk ke sekolah. Bagaimana sosok guru dikenalkan kepada saya sebagai seorang yang berprofesi sangat mulia. Mengentaskan kebodohan dan mengantarkan ke gerbang ilmu pengetahuan. Guru menuntun kita semua dari yang awalnya buta tentang dunia, perlahan mulai mengenalkan angka mulai dari 0 hingga 9, dan tidak lupa juga mengenalkan huruf mulai dari A hingga Z. Dengan begitu kita mampu membaca dan berhitung, sehingga dunia yang awalnya gelap gulita menjadi terang benderang. Kita juga bisa membaca segala hal tentang dunia dari berbagai sumber, bisa buku, musik, film dan banyak hal lainya.
Guru bukan hanya sekedar profesi, guru adalah sebuah panggilan jiwa dan pengabdian. Di rumah, orang tua kita adalah ayah dan ibu, tetapi di sekolah orang tua kita adalah para guru. Sudah sepantasnya kita menghormati dan menyayangi mereka layaknya orang tua kita sendiri, ayah ibu kita menitipkan kepada mereka untuk mendidik kita dengan penuh rasa kasih sayang, tidak pernah mengeluh apalagi meminta pamrih. Begitu ikhlas perjuangan mereka untuk mencerdaskan anak didiknya, walau usia kadang menjadi penghalang untuk terus mengajar, tapi semangat untuk terus memberi adalah energi terbesarnya agar tetap hidup.
Tidak banyak orang yang berminat menjadi seorang guru, selain karena kurangnya jiwa untuk mengabdi, kesejahteraan guru juga menjadi masalah klasik di negeri ini. Pemerintah rasanya kurang menghargai perjuangan dan jasa para guru yang telah rela berkorban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanat UUD 1945 pada alinea 4. Mungkin pemerintah lupa bahwa Kemajuan suatu Negara di ukur dari tingkat partisipasi pendidikan dan kesehatan masyarakatnya. Pendidikan mempunyai posisi strategis dalam meningkatkan kualitas hidup manusia, dan seorang guru menjadi tumpuan dalam perjuangan ini. Rasa-rasanya menjadi seorang guru seperti hidup dalam ketidakpastian.
Seorang yang lulus dengan menyandang gelar S.Pd sekarang tidak otomatis dikatakan sebagai seorang guru profesional, harus mengikuti program-program tertentu sehingga bisa dikatakan sebagai guru profesional dengan gelar tambahan Gr, salah satunya dengan mengikuti Program Profesi Guru (PPG) dari pemerintah. LPTK yang sejatinya bertujuan untuk menghasilkan tenaga pendidik yang berkualitas rasa-rasanya juga tidak sesuai dengan visi misinya, bayangkan saja program studi non pendidikanpun diberi kesempatan yang sama untuk bisa menjadi seorang guru profesional melalui program PPG. Seharusnya lulusan LPTK dengan gelar S.Pd bisa langsung otomatis untuk menjadi guru profesional karena sudah dibekali ilmu pedagogik.
Akibatnya jelas, lulusan S.Pd hidup dalam ketidakpastian dan terombang-ambing regulasi pemerintah untuk menjadi seorang guru. Sehingga dari banyak lulusan dengan gelar S.Pd lebih banyak untuk memilih bekerja di luar profesi sebagai seorang guru. Yang masih tetap ingin menjadi gurupun harus bersaing ketat dalam memasuki program PPG dan yang tidak masuk tetap menjadi seorang guru tetapi sebagai pegawai honorer di berbagai sekolah dengan gaji pas-pasan dan jauh dari kata layak.
Perjuangan menjadi seorang guru memang berat, selain ketidakjelasan tentang kesejahteraan, mereka dihadapkan pada kriminalisasi yang menghantui mereka. Pada bulan Mei 2016 kemarin ada salah satu kasus yang cukup menarik perhatian publik dimana salah seorang guru Biologi SMP Negeri 1 Bantaeng, bernama Nurmayani dipenjara "hanya" gara-gara mencubit siswanya, kemudian siswanya mengadu ke orang tua dan orang tua anak tersebut merasa tidak terima dan langsung melaporkan ke polisi dan anehnya guru tersebut dijebloskan ke penjara, sungguh ironi memang. Belum juga kasus itu mereda muncul kasus baru pada bulan Juni ini, dimana seorang guru matematika bernama Muhammad Samhudi yang mengajar di SMP Raden Rahmat Balongbendo, Sidoarjo diancam dikenakan sanksi pidana berupa penjara karena mencubit anak didiknya.
Entah apa maksud orang tua anak tersebut melaporkan sang guru, tetapi hal ini sangat membuat gaduh dunia pendidikan. Bagaimana mungkin seorang yang dititipkan oleh orang tua untuk mendidik sang anak malah mendapat kriminalisasi hanya karena mengingatkan/menghukum. Tentu seorang guru dalam mengingatkan anak didiknya pasti ada sebuah sebab yang mendahuluinya, tidak mungkin secara tiba-tiba anak tersebut diingatkan/dihukum. Perbuatan anak didik yang keliru memang sudah sepantaskan diluruskan sehingga tidak berkelanjutkan di kemudian hari. Seorang guru tetaplah manusia biasa, dia juga punya rasa dan emosi, tetapi saya yakin tidak akan mungkin seorang guru berniat untuk menyakiti anak didiknya. Mungkin kasih sayang yang diberikan secara halus tidak mempan dan akhirnya menggunakan cara yang kasar, tujuanya agar anak didik merubah tingkah lakunya.
Saya dibesarkan di lingkungan guru, ibu dan kakek saya adalah seorang guru yang telah mengajar puluhan tahun. Tentu mereka paham dan mengerti peran sebagai orang tua dan guru. Pernah dahulu saya nakal di kelas dan dipukul penggaris kayu oleh guru dan kemudian saya mengadu kepada ibu, tetapi saya juga dimarahi juga oleh ibu. Zaman memang sudah terbalik, guru yang seharusnya mengajar tetapi sekarang malah dihajar, sungguh luar biasa. Perlu adanya reformasi di tata kelola dunia pendidikan agar guru lebih mendapat perlindungan secara hukum. Mungkin adanya UU perlindungan guru sebagai solusi yang bisa dilakukan oleh pemerintah dengan memberikan sistem imun terhadap guru dari berbagai upaya kriminalisasi sehingga para guru lebih profesional dalam mendidik.
Sudah sepantasnya guru dihargai dan biberikan hidup yang layak karena profesi mulianya, pemerintah harus hadir dalam memikirkan regulasi tentang pengangkatan guru profesional dan dijamin kesejahteraanya oleh pemerintah. Perlu menjadi catatan bahwa hanya dengan pendidikanlah harkat martabat sebuah bangsa dipandang dimata dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar